Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2014

Cyberteacher, Bukan Sekadar Guru

Tulisan ini berhasil menjadi juara III LOMBA KARYA TULIS XL AWARD 2014 Persoalan yang mencuat saat ini, apakah cukup kepintaran menjadi dimensi dari berhasilnya sistem pendidikan? Saat siswa/siswi asal Indonesia berhasil memenangkan berbagai penghargaan internasional dalam berbagai olimpiade sains, apakah itu cukup menjadi parameter keberhasilan pendidikan nasional. Sepertinya, karakter hanya terurai dalam buku teks, namun minus dalam keteladanan dari para pembuat kebijakan, pendidik, dan masyarakat. Hossen Naser menulis. “ The goal of education is to enabe the soul to actualizer these potential possibilities, thereby perfecting it and preparing it for eternal life .” Tujuan pendidikan adalah membuat potensi-potensi dan kapasitas tersebut terasah dan dimungkinkan untuk aktif, dan tidak pasif, dan tidak tidur menuju kesempurnaan untuk dipersiapkan guna menghadapi hidup yang serba cepat di dunia dan hidup yang abadi di hari kemudian. Transformasi guru Zaman yang semakin berubah ...

Selalu belajar

Ngga ada yang lebih membahagiakan selain menemani istriku yang sedang mengandung. Ini pengalaman yang ngga akan terlupakan. Apakah aku sudah menjadi suami yang baik ataukah aku akan menjadi ayah yang baik, saya pikir terlalu banyak indikator yang sangat subjektif untuk menilainya dan aku coba terus belajar untuk memerankan kedua hal tersebut dengan sebaik-baiknya. Pengalaman ini ngga akan bisa terulang, jadi saya coba sebaik mungkin untuk bisa sedekat mungkin dengan apa yang dirasakan oleh istri saya, apa yang dia inginkan, apa yang dia pikirkan, dan apapun yang dia ingin bicarakan, saya selalu berusaha menjadi pendengar dan teman diskusi yang baik buatnya. Namun, saya tidak selalu benar, dan selalu ada celah salah dan khilaf, sebisa mungkin saya mencoba berbagi perasaan, cerita, dan apapun yang sedang saya jalani selama ini, lalu saya berdoa, berzikir, dan berkata-kata baik kepadanya, memeluknya, dan menyerahkan seluruhnya kepada Allah swt.

INTELEKTUAL TUKANG

aku kasihan dengan para intelektual yang hanya bisa berkata-kata, menulis begitu banyak jurnal, punya networking yang banyak, namun apa daya, apakah terlihat banyak perubahan.... Lihatlah, tontonan setiap pagi, kita yang pergi bekerja menggunakan Commuter Line harus berjibaku, saling mendorong, menggencet, kalau perlu menyikut, terjadilah benturan tulang antar tulang. Mungkin aku sedikit suka Jokowi, yang suka blusukan setidaknya Jokowi memberi contoh pada kita, bahwa pemimpin haruslah dekat dengan rakyat dan dicintai oleh rakyatnya yang juga kaum terpinggirkan. Saat ini, kita tidak perlu pemimpin yang pintar, bertitel, tapi kita perlu pemimpin yang berani menjalankan misinya, mendahulukan kepentingan rakyat banyak. Anehnya, mengapa para pemimpin baru merasa hebat dengan memberi bantuan-bantuan sosial ke daerah-daerah yang belum berkembang, bersimpati, dan berempati, ketika menjelang pemilu, padahal bantuan-bantuan itu bukanlah jerih payah mereka, melainkan sudah menjadi kewajiban ...