aku kasihan dengan para intelektual yang hanya bisa berkata-kata, menulis begitu banyak jurnal, punya networking yang banyak, namun apa daya, apakah terlihat banyak perubahan....
Lihatlah, tontonan setiap pagi, kita yang pergi bekerja menggunakan Commuter Line harus berjibaku, saling mendorong, menggencet, kalau perlu menyikut, terjadilah benturan tulang antar tulang. Mungkin aku sedikit suka Jokowi, yang suka blusukan setidaknya Jokowi memberi contoh pada kita, bahwa pemimpin haruslah dekat dengan rakyat dan dicintai oleh rakyatnya yang juga kaum terpinggirkan.
Saat ini, kita tidak perlu pemimpin yang pintar, bertitel, tapi kita perlu pemimpin yang berani menjalankan misinya, mendahulukan kepentingan rakyat banyak. Anehnya, mengapa para pemimpin baru merasa hebat dengan memberi bantuan-bantuan sosial ke daerah-daerah yang belum berkembang, bersimpati, dan berempati, ketika menjelang pemilu, padahal bantuan-bantuan itu bukanlah jerih payah mereka, melainkan sudah menjadi kewajiban negara membantu. Lalu, dijadikanlah bansos-bansos tersebut untuk pamer, promosi, dan berbagai tujuan-tujuan pragmatis lainnya. Aku pikir rakyat tidak lagi bodoh, mungkin mereka jengah....memang tak ada pemimpin yang sempurna, tapi aku ingin pemimpin yang bisa langsung turun ke lapangan, yang menjadikan networkingnya bukan sebatas mencari award, karena pada kenyataannya kita masih berjalan mundur.....
Lihatlah, tontonan setiap pagi, kita yang pergi bekerja menggunakan Commuter Line harus berjibaku, saling mendorong, menggencet, kalau perlu menyikut, terjadilah benturan tulang antar tulang. Mungkin aku sedikit suka Jokowi, yang suka blusukan setidaknya Jokowi memberi contoh pada kita, bahwa pemimpin haruslah dekat dengan rakyat dan dicintai oleh rakyatnya yang juga kaum terpinggirkan.
Saat ini, kita tidak perlu pemimpin yang pintar, bertitel, tapi kita perlu pemimpin yang berani menjalankan misinya, mendahulukan kepentingan rakyat banyak. Anehnya, mengapa para pemimpin baru merasa hebat dengan memberi bantuan-bantuan sosial ke daerah-daerah yang belum berkembang, bersimpati, dan berempati, ketika menjelang pemilu, padahal bantuan-bantuan itu bukanlah jerih payah mereka, melainkan sudah menjadi kewajiban negara membantu. Lalu, dijadikanlah bansos-bansos tersebut untuk pamer, promosi, dan berbagai tujuan-tujuan pragmatis lainnya. Aku pikir rakyat tidak lagi bodoh, mungkin mereka jengah....memang tak ada pemimpin yang sempurna, tapi aku ingin pemimpin yang bisa langsung turun ke lapangan, yang menjadikan networkingnya bukan sebatas mencari award, karena pada kenyataannya kita masih berjalan mundur.....
Komentar
Posting Komentar
Please do not enter any spam link in the comment box