Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2013

Kata-kata yang Mengabadi*

Menulis mungkin tidak sebebas bicara. Menulis itu ketat, ada aturan mainnya. Aturan main itu dibuat, untuk ditaati. Kepala mungkin setuju, tapi nurani belum angkat bicara. Mahasiswa berkilah “saya tidak cukup waktu untuk menulis, apalagi dengan seabrek tugas dan jadwal ngedate yang padat?” Sang pembimbing pun menjawan “EMANG GUE PIKIRIN!!!” Dunia mahasiswa itu sebenarnya tidak romantis. Kalau mau cari Juliet, carilah Juliet yang dapat menyemangati kita kuliah. Bukan kongkow-kongkow, sambil merokok, ngopi, dan ngobrol seperti seminar tanpa tema, dan esoknya seperti itu dan seperti itu lagi, lebih rumit dari sinetron yang tak pernah selesai. Episode bisa dibuat-buat atas nama kejar tayang. Kualitas cerita hambar, penuh teka-teki yang tak membangun logika. Atau kalau mau cari Romeo, carilah yang bisa ngajak jalan-jalan ke mal ngga cuman nemenin cari baju yang lagi ngetrend dan fashionable tapi juga mau ke toko buku sekadar mengingatkan kita pentingnya membaca. “Ingat loh sayang,...

Tengah Malam

Saya ingat benar, di tengah malam seperti ini, saat-saat paling romantis bercengkrama dengan kata. Kata-kata yang sudah lahir dalam rasa dan pikir. Kata-kata yang ditaklukkan oleh malas dan sifat pengecut. Takut untuk jujur, mengatakan siapa diri kita sebenarnya? Saat suara sudah tak lagi mampu didengar, maka saya melabuhkan kata melalui pena, sehingga menjadi teks-teks yang berusaha menerjemahkan isi batin. Semua sirna oleh rasa ngantuk. aku tidur.

Upgrading Penulisan Forum Idekita FIP UNJ

Minggu pagi (1/12/2013) rekan-rekan Forum Idekita mengundang saya sebagai fasilitator dalam pelatihan penulisan. Pesertanya luar biasa banyak, 8 orang. Apalah arti sebuah angka, tanpa kualitas. Suasana dingin dan kampus yang sunyi menambah suasana terasa tenang dalam menjalani proses pelatihan. Peserta melakukan simulasi penulisan di Teras Gedung Daksinapati, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta, Kampus A Rawamangun Di luar batas normal Hal pertama yang saya utarakan adalah pentingnya menulis di luar batas normal. Kenormalan selama ini yang kita kenal, adalah kuliah harus punya laptop, belajar baru bisa optimal kalau sudah makan 3 kali sehari, harus dapat uang jajan untuk dapat beli buku, dan setumpuk kenormalan lainnya. Kalau tiba-tiba, situasi berubah dan berbalik, akan seperti sikap apa sikap kita? Apalagi dalam hal tulis-menulis, dapat dipastikan menulis menjadi sesuatu yang mustahil dilakukan. Pada dasarnya, menulis tidak butuh kenormalan, namun butuh kon...