Nyawa dan Arti Penting Mensyukuri Kebangsaan

Apa arti nyawa? Bagi mereka yang mengerti nyawa, sudah pasti mereka mengerti tentang pentingnya menjaga harapan para pendahulu yang lebih dulu tewas di medan perang. Pengorbanan nyawa tak sebanding dengan sebesar apapun cara kita untuk membangun negeri ini, karena nyawa berarti kematian, tak ada lagi cerita yang bisa ditorehkan kini dan di masa depan. Begitulah para pahlawan memaknai kebangsaan,  merebut kemerdekaan dengan mati, menggugurkan kehidupan sendiri demi kehidupan sesama.

Mensyukuri kemerdekaan, berarti mensyukuri kebangsaan kita untuk negeri ini, Indonesia. Tidak mudah bagaimana bangsa ini harus rela dijajah 350 tahun lamanya oleh Belanda dan 3,5 tahun oleh Jepang, namun banyak sekali insan pasca kemerdekaan yang larut dan terhegemoni oleh sikap merendahkan dirinya sendiri di hadapan bangsa lain. Bagaimana kita menjadi tidak begitu spesial, ketika banyak aktor/artis yang minder ketika dihadapkan oleh aktor/artis dari Bollywood. Kita begitu tergila-gila dengan hal yang instan, makanya aktor/artis kita tidak mampu eksis hingga puluhan tahun di dunia seni peran, karena hanya bermodal tampang dan fisik belaka. Bagaimana dunia persepakbolaan kita belum mampu menemukan 11 pemain bertalenta, karena tak pernah bisa masuk ke piala dunia, dan begitu mengelu-elukan Lionel Messi dan Christiano Ronaldo. Dengan begitu, tidak banyak insan yang lahir dan asli dari Indonesia bisa dihargai di mancanegara. 

Kita menganggap bahwa rumput tetangga selalu lebih hijau dibandingkan negeri kita. Padahal, banyak negara maju yang bukan negara agama, sebut saja negeri adidaya seperti Amerika justru tertib dalam berlalu lintas, antri, menghargai pejalan kaki, trotoar tidak dipenuhi PKL, jaminan sosial bagi tunawisma, dan lain sebagainya. Indonesia adalah sebuah pengecualian, negeri ini tersandera dengan sikap yang keliru terhadap dogma agama. Nilai-nilai luhur hanyalah ritual belaka, dalam menyembah Tuhan, dalam berpakaian, dalam upacara bendera, dan dalam do'a-do'a yang berhenti di lidah, tanpa perbuatan nyata di lapangan kehidupan. 


Penjajahan saat ini bukan lagi dilakukan sebagaimana perlakuan Belanda dan Jepang terhadap kita, namun penjajahan saat ini lebih kepada bagaimana cara pandang kita yang begitu kikir terhadap berbagai potensi unik dalam tubuh kita yang tidak bisa kita olah dengan baik. Kita begitu kuat saat menuntut hak, namun kita menjadi begitu ringkih saat melaksanakan kewajiban. Nuansa korupsi yang kerap kali dilakukan pejabat dan menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, sikat permisif terhadap kebudayaan asing yang kita telan mentah-mentah, dan fungsi persekolahan yang hanya sebatas mendrill soal belaka dan melupakan makna belajar sesungguhnya, menjadikan kita sebagai manusia yang utuh alias benar-benar manusia.  

Tidak mungkin Jokowi seorang diri mampu menjalankan roda kepemimpinannya tanpa menteri-menteri yang tangguh dan dapat menjadi inspirasi bagi insan muda yang berniat menjadi pemimpin, yang bukan hanya senang meninabobokan rakyat dengan dongeng kesejahteraan rakyat yang tak pernah tuntas ditunaikan. Tak cukup blusukan ala Jokowi, tak cukup marah-marah ala Ahok, tiap kita, warga, individu, manusia Indonesia perlu berkontribusi dengan menyuarakan kepentingan rakyat, kepentingan kita sebagai warga bangsa, yang perlu mengoreksi, mengkritisi, bertanya dan mempertanyakan. Kepedulian inilah salah satu dari mensyukuri kebangsaan, bahwasanya Jokowi tak selalu benar, dan Ahok pun tak selalu lurus, karena mereka hidup dalam lingkaran kepentingan dan tidak selalu rakyat yang dipentingkan.



Persoalan ke depan, tentunya adalah persoalan cucu dan cicit kita, apakah mereka akan lebih bahagia atau lebih menderita dibandingkan kita. Selama pendidikan masih dijual mahal dan iuran BPJS akan ditingkatkan harganya, apakah kita masih bisa berharap bahwa generasi ke depan akan lebih bahagia, atau malah lebih menderita dibanding kita. Mensyukuri kebangsaan, merupakan hal pertama yang harus kita lakukan, karena dengan mensyukuri, maka kita siap dengan segala konsekuensinya, bahwa apapun yang kita lakukan saat ini, harus berkontribusi untuk memperbaiki pelayanan dan kualitas hidup generasi di masa depan. Semoga!

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba #ceritacintakebangsaan

(segala gambar bersumber dari google)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Upgrading Penulisan Forum Idekita FIP UNJ

Teknologi di Sektor Pendidikan: Jangan Pakai Kacamata Kuda

Biskota dan Pentingnya Memuliakan Perempuan