Potret Kreativitas Anak Bangsa
"Sebagaimana potret, ia hanya menggambarkan
sebagian saja, tidak utuh, namun tetap ia dapat dijadikan sebuah simpul dari
perubahan yang sedang dan akan terjadi."
Tiada yang tahu pasti, bagaimana masa depan
mengajarkan anak-anak kelak, dan bagaimana masa depan membuat tiap anak punya
cara sendiri bertahan menghadapi benturan perubahan, membekali tiap ruang dalam
pikirannya dengan kreativitas, inovasi, dan gaya hidup yang jauh berbeda dari
generasi sebelumnya.
Saat
ini, Indonesiabelum berdaya dalam mengakomodir keperluan generasi
masa mendatang khususnya di Sekolah Menengah Kejujuran (SMK) yang perannya masih
sebatas meluluskan mereka menjadi tenaga siap pakai untuk dipekerjakan di
korporasi yang sudah mapan. Meningkatnya guru honorer sebesar 860 persen dalam
5 tahun terakhir mengindikasikan ketidakajegan kebijakan pengangkatan guru
honorer. Fakta tersebut mengindikasikan perlunya penanganan yang serius dan
ketegasan dari Kemendagri agar kepala daerah tidak lagi mengangkat guru honorer
tanpa memperhatikan peraturan perundang-undangan. Sayangnya, guru honorer tidak secara kompetitif
diseleksi khususnya sebagai guru produktif yang dapat mengakselerasi potensi
SMK.
Dilihat dari
sertifikasi dan kualifikasi, berdasarkan data Guru Kemdikbud per Desember 2015 yang belum
bersertifikat sebanyak 1.061.500 dan yang belum berkualifikasi akademik minimum
sebanyak 580.521 guru, sedangkan Guru Kemenag yang belum bersertifikat 451.884
dan yang belum berkualifikasi akademik minimum sebanyak 286.556 guru.
Kenyataan ini mengindikasikan bahwa
pendidikan belum bersinergi dengan segenap perubahan di zaman informasi seperti
saat ini. Dilema itu semakin bertambah ketika pendidikan vokasi di SMK belum
mampu mengubah mindset guru SMK seperti rendahnya inspirasi dan keteladanan
dalam mewujudkan bidang keahlian di kehidupan nyata di tambah dengan minusnya
guru produktif di pelbagai SMK. Peran guru sebagai inspirator perubahan masih
jauh dari harapan, karena guru hanya mengajar, dan lupa untuk mendinamiskan keilmuan
tersebut dalam kenyataan.
SMK
dan industri kreatif
Jika berdasarkan data BPS, jumlah penduduk
miskin pada tahun 2014, presentase penduduk miskin di Indonesia mencapai 11,25
persen atau 28,28 juta jiwa, maka pada 2015 ada tambahan penduduk miskin
sekitar 1,9 juta jiwa. Menurut Ekonom Senior Bank Dunia Vivi Alatas bahwa
ketimpangan antara masyarakat miskin dan kaya terlihat dari tingginya gap
antara angka konsumsi keluarga termiskin dan keluarga terkaya. Sepanjang bulan
Februari hingga Agustus 2014, jumlah pengangguran di Indonesia bertambah 0,09
juta orang dari 7,15 juta orang meningkat 7,24 juta orang. Dia mengatakan,
salah satu cara yang bisa dilakukan adalah menciptakan lapangan kerja yang
layak bagi masyarakat (neraca.co.id, 12/02/2015). Pada tahun 2020 mendatang
akan ada tambahan 14,8 juta angkatan tenaga kerja baru yang menjadi pekerjaan
rumah bagi pemerintah.
Lepas dari setuju atau tidak dengan jawaban
Vivi, SMK memiliki peluang dan tantangan untuk mengakomodir permasalahan
nasional seperti pengangguran dan kemiskinan dengan mengoptimalkan mata
pelajaran kewirausahaan yang berorientasi pada ekonomi kreatif. Almarhum Bob
Sadino pernah berujar bahwa tingginya gelar akademik tidak menjamin
seseorang mendapat pekerjaan atau mencapai kesuksesan. Oleh karena itu, solusi
masalah pengangguran ini adalah dengan memperkuat pendidikan kejuruan atau
sekolah menengah kejuruan (SMK) agar Indonesia memiliki sumber daya manusia
yang terampil dalam bekerja.
Secara historis, pada tahun 1972-1973,
pendekatan kebutuhan tenaga kerja (manpower
demand approach) dilaksanakan secara terbatas, proses mencari bentuk yang
tepat untuk pendidikan teknisi industri. Pada saat itu, pertumbuhan ekonomi di
Indonesia sedang baik dengan tingkat pertumbuhan 7% per tahun, sehingga
diperlukan banyak tenaga kerja untuk mengisi kekosongan di dunia kerja. Tapi
pada saat itu, pendidikan kejuruan hanya mampu mengisi 50% saja kebutuhan. Pada
saat itu, keterlibatan dunia industri di pendidikan kejuruan belum melembaga
secara formal. Sampai pada tahun 1999 Perubahan orientasi dari supply-driven ke
demand/market driven, dari mata pelajaran / topik pembelajaran ke kompetensi,
dari pengukuran tingkat hasil belajar ke pengukuran kompetensi, dari belajar
”hanya” SMK menjadi belajar di SMK dan di industri, dari SMK yang ”berdiri
sendiri” ke SMK sebagai bagian tak terpisahkan dari politeknik, BLK,
kursus-kursus, dan lembaga Diklat lainnya, dan di tahun 2004, pada periode ini
momentum pertumbuhan kuantitatif pendidikan kejuruan semakin meningkat.
Hubungan dengan pihak industri semakin baik. Pemerintah sudah sangat menyadari
pentingnya mengembangkan pendidikan teknologi dan kejuruan di Indonesia.
Kenyataan yang mengemuka
bahwasanya pendidikan kewirausahaan masih diajarkan sebatas teks belaka, hampa
dan kering akan praktik. Guru yang mengajarkannya kebanyakan juga belum mapan
dalam mempraktikan kewirausahaan itu
sendiri. Apalagi melakukannya dengan basis teknologi informasi, masih jauh dari
harapan. Seharusnya, mata pelajaran pendidikan kewirausahaan yang diajarkan di
SMK haruslah guru yang sudah mengerti wirausaha dan mereka juga harus sudah
mempunyai usaha atau bisa disebut juga mereka adalah seorang wirausaha.
Sehingga diharapkan dengan adanya guru yang kompeten dan sudah mengaplikasi
ilmu kewirausahaan yang meraka miliki dengan mendirikan usaha yang dikelola
sendiri, diharapkan nantinya peserta didik bisa belajar dengan orang yang
benar-benar ahli dibidangnya.
Di Jawa Tengah, indikator
relevansi kurikulum SMK yang masih rendah didukung oleh hasil penelitian Badan
Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Tengah (2008) bahwa jumlah lulusan
yang dapat diserap dunia kerja berjumlah kurang dari 50%. Studi GTZ (2009)
memperlihatkan gambaran bahwa output pendidikan SMK khususnya dalam aspek
softskills belum sesuai dengan kebutuhan dunia industri. Masalah ini disebabkan
oleh sistem pendidikan (termasuk di dalamnya kurikulum) SMK belum mampu
membekali siswa dengan keahlian yang relevan dengan kebutuhan dunia kerja.
Oloruntegbe (2010) mengemukakan bahwa kualitas lulusan pendidikan kejuruan yang unemployable akan menyebabkan pengaruh
yang kurang menguntungkan pada perekonomian suatu negara sehingga akan
menimbulkan gejala economically inactive.
Amankwah (2011) mengemukakan bahwa vocational
education plays a key role in economical, social, and political developtment of
every nation. Hal ini menyiratkan bahwa perlu adanya semacam pedoman atau
profil industri kreatif terutama bagi warga atau anak didik yang ingin terlibat
dalam industri kreatif.
Profil industri kreatif
Penelitian yang dilakukan Isma Widiaty (2013)
bahwasanya profil industri kreatif menjadi informasi penting bagi pengembangan
kurikulum di pendidikan kejuruan (SMK). Industri kreatif pada umumnya merupakan
industri yang dikelola secara individual. Ide kreatif menjadi modal utama untuk
mengembangkan industri kreatif.
Pada umumnya industri kreatif lahir dan
berkembang di kota-kota besar dan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi di
wilayah tersebut. Sebagian besar pengelola industri kreatif adalah anak muda yang memiliki ide-ide orisinal
dan kreatif. Industri kreatif selalu memanfaatkan sarana teknologi informasi
dan komunikasi (jaringan internet: twitter, facebook, e-commerce) sebagai
sarana promosi maupun mengeksplor ide-ide kreatif (Anggraeni:2008).
Berdasarkan data salingsilang.com (2011),
pengguna Facebook di Indonesia sampai dengan Februari 2011 sebanyak 34.990.080
pengguna, dan pengguna Twitter sebanyak 4.883.228 pengguna. Komunikasi
merupakan sarana yang diperlukan dalam berinteraksi dan berhubungan dengan
orang lain. Bagi organisasi atau perusahaan, komunikasi digunakan untuk
menyampaikan pesan kepada pelanggan yang berkaitan dengan merek dan
mempromosikan produk. Perusahaan mempromosikan produknya untuk mencapai tujuan
penjualan.
Komunikasi yang digunakan, yaitu komunikasi
pemasaran. Elemen yang digunakan meliputi bauran promosi. Menurut Kotler (2008:
121), promosi terdiri dari periklanan, direct marketing, promosi penjualan,
publisitas, dan personal selling. Media sosial juga dimanfaatkan oleh suatu
merek untuk mempromosikan produknya. Mangold dan Faulds (2009: 359) mengatakan
bahwa sosial media merupakan elemen dari bauran promosi. Media sosial memiliki
jangkauan yang luas sehingga perusahaan bisa mempromosikan produknya kepada
semua segmen masyarakat. Perusahaan memanfaatkan social media karena merupakan
media promosi yang langsung mengarah kepada konsumen dan melibatkan interaksi
dengan konsumen.
Jenu Widjaja Tandjung (2011) mengatakan bahwa
pemasaran dan pelayanan prima tidak dapat dipisahkan, dan kedua hal tersebut
saat ini dapat diakomodir oleh internet. Tandjung menambahkan pengguna internet
semakin meningkat dari tahun ke tahun, khususnya kalangan anak muda, dan
kondisi seperti ini harus diimbangi oleh pemasar dengan membuat website 2.0,
dimana pelanggan dapat memperoleh informasi dan melakukan komunikasi dengan
lebih cepat dan murah.
Perkembangan teknologi informasi membawa
perubahan dalam cara berkomunikasi. Prahalad dan Ramaswamy dalam Kartajaya
(2010: 12) berpendapat bahwa peran konsumen telah berubah. Hal ini ditunjukkan
dengan pergeseran dalam peran konsumen dari terisolasi menjadi saling terhubung
dimana dalam mengambil keputusan mereka cukup mendapat informasi. Kemunculan
internet berbasis social media (media sosial) membawa perubahan baru bagi
masyarakat dalam berkomunikasi. Social media membuat2 seorang berkomunikasi
dengan ratusan bahkan ribuan lain.
Kotler (2010: 7) mengklasifikasikan media
sosial yang ekpresif meliputi Blog, Twitter, Flickr, You Tube, Facebook dan
situs jejaring sosial lainnya dan kolaboratif seperti Wikipedia, Rotten
Tomatoes, dan Craigslist. Kedua jenis media sosial ini membentuk pasar yang
berbeda karena karakteristiknya. Jejaring sosial seperti Facebook merupakan
sarana interaksi antar individu untuk menjalin komunikasi dimanapun mereka
berada. Sosial Networking merupakan sebuah komunitas atau wadah sebagai tempat
berkumpulnya individu-individu untuk membuat sebuah group untuk membangun
hubungan yang baik. Selain itu, situs jaringan sosial tidak hanya digunakan
untuk berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain secara global tetapi,
hal ini juga merupakan salah satu cara efektif untuk melakukan promosi bisnis secara
online.
Profil industri kreatif yang telah diuraikan
menggambarkan kompetensi yang harus dimiliki oleh para pelaku industri kreatif.
Kompetensi yang dimaksud diantaranya: kreatif dan mampu menghasilkan produk
yang kreatif, terbuka, serta “melek” teknologi. Unsur kreativitas ini menjadi
kompetensi paling penting yang harus dimiliki oleh pelaku industri
kreatif.
Munandar (1999) mendefinisikan salah satu
dimensi kreativitas adalah dimensi person.
Dimensi person merupakan kompetensi
yang berfokus pada proses berpikir seseorang sehingga memunculkan ide unik atau
kreatif dalam bidang berbagai bidang keahlian di SMK. Hasil kreativitas,
imaginasi, dan fantasi ini akan menghasilkan produk kreatif yang memiliki
karakteristik produk yang orisinil.
Praksisnya, Selandia Baru telah
mengimplementasikan profil tersebut membuat e-book berjudul
“Creative Pathways: Creative Industries Sector” yang berisikan hal-hal yang
berkaitan dengan industri kreatif yang bisa diunduh dan menjadi pedoman bagi
siapapun yang ingin berkembang dan berkarir dalam industri kreatif.
Tujuan buku tersebut antara lain bagaimana
belajar dan prestasi begitu dihargai di 'dunia nyata' saat kita mencari
pekerjaan dan memulai karir kita dalam industri kreatif. Segala kompetensi yang
berkaitan dengan dunia kerja diakomodir dalam sebuah kurikulum yang bertajuk
praktik bukan lagi pada muatan teks belaka. Ada sejumlah besar peran dan
pekerjaan yang tersedia dalam tiap sektor, mulai dari tingkat dasar hingga
tingkat tinggi. Bahkan untuk tingkat pekerjaan magang, buku tersebut
mengemukakan pula tingkat-tingkat minimum yang dibutuhkan dalam industri
kreatif.
Konklusi
Persentase kontribusi GDP industri kreatif di
beberapa negara berkisar antara 2,8% (Singapura) sampai dengan 7,9% (Inggris)
dan tingkat pertumbuhan industri kreatif di beberapa negara berkisar antara
5,7% (Australia) dan 16% (Inggris), dengan tingkat penyerapan tenaga kerja
berkisar antara 3,4% (Singapura) tenaga sampai dengan 5,9% (Amerika Serikat)
dari seluruh tenaga kerja yang ada di negara yang bersangkutan.
Di Indonesia, industri kreatif yang dimulai
dari atas (pemerintah SBY memberi warisan kebijakan) meskipun industri kreatif
sudah terlebih dahulu eksis, dikelompokkan ke dalam 14 kategori, antara lain,
periklanan, arsitektur, pasar seni dan barang antik, kerajinan, desain, fesyen,
video, Film dan Fotografi, permainan interaktif, Musik, Seni Pertunjukan,
Penerbitan dan Percetakan, Layanan Komputer dan Piranti Lunak, Televisi &
Radio serta bidang Riset dan Pengembangan.
Untuk itulah, SMK perlu memodifikasi platform
gurunya, bukan guru yang hanya bisa mengajar, namun juga guru yang melek media.
Pola buruk SMK yang menjadikan lulusannya hanya bekerja di perusahaan atau
korporasi yang sudah mapan adalah mimpi buruk Indonesia di masa depan. Sudah
saatnya, para pimpinan di pemerintah daerah, dinas pendidikan, dan di SMK untuk
berpadu dan berbenah memperbaiki mutu guru, mutu kurikulum, dan mutu lulusan
SMK untuk mengakomodir banyak lahan pekerjaan yang belum tergarap oleh
calon-calon lulusan SMK yang bukan hanya disiapkan kerja atau tenaga siap
pakai, lebih dari itu siap mencipta dan membuat hal baru di setiap lahan
industri kreatif yang masih kering-kerontang perkembangannya di Indonesia.
Dari pembahasan di atas kita dapat simpulkan
bahwa pendidikan vokasional di SMK memiliki peran vital dalam merespon suasana
global yang menawarkan banyak hal terkait banyak kompetensi baru yang
dibutuhkan dari industri kreatif. Industri kreatif bukanlah industri gampangan
atau murahan, namun dalam konteks Indonesia, industri kreatif masih merangkak,
perlu banyak pembenahan dari sisi kebijakan sampai praktiknya yang belum
dijadikan muatan paradigma pembelajaran di SMK. Sudah saatnya industri kreatif
yang diusung oleh pemerintah dimanfaatkan SMK mengafirmasi basis teknologi
informasi sebagai pijakan membangun industri kreatif yang dimulai dari sekolah
dan guru khususnya.
Komentar
Posting Komentar
Please do not enter any spam link in the comment box