Langsung ke konten utama

Tertawalah


jika melihat anak-anakku tertawa, aku merasa bahwa inilah hidup
hidup atau mati seseorang dapat dilihat seberapa bahagia
dan tertawa merupakan variabel terikat yang dapat mengidentifikasi bahagia atau tidaknya seseorang

ada tertawa palsu, hanya sekadar untuk menyenangkan atasan
ada tertawa tulus, untuk orang yang dicintai
ada tertawa lain-lainnya

hari ini, aku mencoba untuk tertawa meski dalam hati kecilku, ada kesedihan
karena inilah batere agar hidupku senantiasa menyala

tertawalah untuk memicu lelah menjadi sedikit segar
tertawalah untuk anak2mu yang sedang tumbuh dan baru berkembang
tiap pekan bertambah kata2 yang baru, perilaku yang baru, dan lain2...

dan yang terakhir,
tertawalah untuk meraih kemenangan
bukan dengan bersedih, mendengki melihat kesuksesan orang lain

"bukan kamu bahagia karena kamu tertawa, tapi
kamu tertawa karena kamu bahagia"

(muhammad ivan, ayah 4 anak)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Upgrading Penulisan Forum Idekita FIP UNJ

Minggu pagi (1/12/2013) rekan-rekan Forum Idekita mengundang saya sebagai fasilitator dalam pelatihan penulisan. Pesertanya luar biasa banyak, 8 orang. Apalah arti sebuah angka, tanpa kualitas. Suasana dingin dan kampus yang sunyi menambah suasana terasa tenang dalam menjalani proses pelatihan. Peserta melakukan simulasi penulisan di Teras Gedung Daksinapati, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta, Kampus A Rawamangun Di luar batas normal Hal pertama yang saya utarakan adalah pentingnya menulis di luar batas normal. Kenormalan selama ini yang kita kenal, adalah kuliah harus punya laptop, belajar baru bisa optimal kalau sudah makan 3 kali sehari, harus dapat uang jajan untuk dapat beli buku, dan setumpuk kenormalan lainnya. Kalau tiba-tiba, situasi berubah dan berbalik, akan seperti sikap apa sikap kita? Apalagi dalam hal tulis-menulis, dapat dipastikan menulis menjadi sesuatu yang mustahil dilakukan. Pada dasarnya, menulis tidak butuh kenormalan, namun butuh kon...

Biskota dan Pentingnya Memuliakan Perempuan

Tiga tahun lalu, pukul 11 malam. Saya menunggu Patas P17 jurusan Kampung Rambutan di depan ITC Cempaka Mas. Baru kali itu, saya menunggu 2 jam lamanya. Hanya menunggu dan menunggu. Kalau saya memaksakan naik taksi, maka keluar uang Rp 70.000 menuju rumah kontrakan saya di Pintu II Atas, Taman Mini. Daripada uang melayang, dan uang itu bisa saya gunakan untuk kebutuhan-kebutuhan lainnya yang lebih penting. Dari kejauhan, saya merasa bahagia dan bukan hanya saya, puluhan penumpang lainnya yang rata-rata adalah pegawai toko di ITC Cempaka Mas. Situasi tak terhindari, semua berlarian menuju bus, dan saya terhimpit, terjepit, kaki meregang sepanjang Bus membawa penumpang ke tujuan. Saya sempat berceloteh, ketika Bus yang sudah penuh itu harus berhenti dan menarik penumpang lebih banyak lagi, hingga bernafas pun sangat sulit. Oksigen, adalah nyawa untuk bertahan dalam bus-bus malam yang sangat sedikit armadanya. Terlebih, setelah Busway menjadi primadona angkutan massal. Saya bilang ...

SUPERMAN ITU BERNAMA IBU: PELAJARAN MORAL PENTINGNYA PERAN AYAH DALAM PENGASUHAN ANAK

Dunia pengasuhan di masa mendatang tidak lagi dapat dipersepsikan sebagaimana masa-masa sebelumnya. Stereotip perempuan atau istri masih dianggap sebagai pihak yang lebih terampil dalam mengasuh anak dibandingkan laki-laki (suami), apalagi telah melekat dalam budaya kita. Namun, dengan berbagai tantangan di masa depan, pengasuhan anak membutuhkan kesetaraan peran antara suami dan istri menurut berbagai penelitian dan pengalaman. Pengasuhan dengan kesetaraan berkontribusi pada tidak hanya pada tumbuh kembang anak, tetapi juga pada hubungan antarorang tua. Dilema rumah tangga selalu berfokus bagaimana laki-laki saat ini tidak lagi menjadi sumber pendapatan utama. Kadang bahkan sering kali, saat suami menganggur atau di-PHK, juga sakit, posisi perempuan sebagai ibu dan “manusia biasa” mengalami kebimbangan luar biasa, antara mengurus ekonomi rumah tangga dan mengurus anak yang sedang bertumbuh sekaligus suami yang sedang tidak baik-baik saja. Kondisi ini menjadikan “profesi” sebagai ibu a...