Inovasi Sosial dan Ancaman Disrupsi




“Bangun tidur yang dilihat pertama kali, handphone”
“Masih perlu jam tangan, di handphone pun sudah ada, jadi untuk apa jam tangan”
“Ngga punya mobil untuk antar lamaran pernikahan, jasa transportasi online siap mengiringi”
“Kena macet di jalan, bang ojek online siap mengantar lewat jalan tikus, jadi ngga perlu takut telat”
“Memprediksi kemacetan, tinggal install waze”

Begitulah sekelumit cerita betapa teknologi informasi telah mengubah cara kita hidup menjadi lebih sederhana. Tidak diragukan lagi bahwa teknologi menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia.

Kata kunci “efektif” dan ”efisien” menjadi platform yang menandakan bahwa di setiap sudut di mana  manusia tinggal, teknologi menyisipkan celah cerita di dalamnya. Dari sekian banyak teknologi, teknologi informasi-lah yang paling menghegemoni dinamika dan perubahan sosial budaya di dunia.

Tidak ada lagi sahabat pena, tak ada lagi menunggu waktu berhari-hari untuk menyapa sahabat melalui surat yang dibawa Pak Pos, di era ini, tiap orang bisa menjalin persahabatan tanpa dibatasi ruang dan waktu lewat jejaring sosial, seperti whatsapp, facebook, path, dan lain sebagainya.

Dalam ngantuk yang sangat hebat, smartphone masih berada dalam genggaman. Sekelumit cerita yang kompleks serasa belum selesai di setiap isu yang tampil dalam sebuah status. Sebagaimana novel, kehilangan satu lembar cerita, maka pengertian tentang cerita tersebutpun tidak akan bisa memberikan pemahaman yang final. 

Sudah menjadi hal yang lumrah, ketika ada sepasang kekasih yang sedang makan di restoran, masing-masing sibuk dengan gadgetnya masing-masing. Beginilah hidup di era teknologi digital dan media baru, dimana yang jauh semakin dekat, dan yang dekat menjadi semakin jauh. 

Secara tidak langsung, prediksi Venkatesh dan Vitalari ada benarnya. Pemikiran mereka menjadi referensi bagi dunia pemasaran untuk mengubah cara pandang di dunia bisnis (dikutip tahun 2012). Mereka dalam bukunya “Households and technology: The Case of Home Computers-Some Conceptual and Theoretical Issues”  mengatakan bahwa teknologi telah mempengaruhi kehidupan rumah tangga dalam sejumlah cara yang berbeda dan menjadi “dasar untuk perilaku sosial di masa depan” (Venkatesh dan Vitalari 1985). Dampak adopsi tersebut telah menuntun kepada cara-cara baru berhubungan secara pribadi, kelompok, dan sosial. Tak ada yang bersifat pribadi dalam  jejaring sosial, karena setiap status yang direspon, menjadi bernilai sosial. 

Secara kuantitatif, pengguna internet di Indonesia baru mencapai 88,1 juta jiwa (APJII, 2015) dimana ada 79 juta pengguna aktif media sosial. Untuk itu inovasi digital untuk misi sosial dengan sasaran pengguna aktif internet merupakan keniscayaan. Ini jalan keluar untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat yang sudah lelah dengan layanan transportasi yang buruk. 

Kita masih ingat bagaimana warung-warung kecil tersingkir dengan ada kios-kios swalayan di pinggir jalan. Kita pun hari ini, menjadi bagian dari saksi bahwa eksistensi internet telah memperbaharui wajah layanan transportasi yang lebih baik. Taksi, angkot, dan ojek pangkalan, yang menjalankan nadi usaha tanpa online tersisih sedemikian rupa. Sudah berapa banyak kita saksikan di layar televisi, berapa konflik di antara mereka yang belum selesai hingga kini. Itulah mengapa menurut Rhenald Kasali, bahwa jika usahawan, regulator dan politisi sering mengabaikan apalagi tidak paham perkembangan teknologi, maka dikhawatirkan dapat mengganggu pertumbuhan perekenomian Indonesia.

Pelajaran penting dari perubahan ini, adalah dengan merenungkan fenomena disrupsi tadi, yang diartikan sebagai pengecoh. Hiduplah di masa depan, dan jangan biarkan masa lalu merampas dan menghentikan performa untuk terus berkreasi.

Berapa banyak orang tertolong dengan adanya ojek dan taksi online yang sangat menghargai waktu konsumen. Bayangkan jika kita naik angkot, berapa lama harus “ngetem” hingga penuh. Tidak sedikit yang menjadi korban karena supir angkot/metromini harus membayar setoran, seperti antar metromini dan angkot saja saling balapan di jalan raya. 

Sekali lagi, memang kita seperti “dipaksa”untuk hidup di zaman digital dengan cara yang jauh berbeda dari masa sebelumnya. Namun, melihat nilai lebihnya, dalam konteks tersebut, bahwa kehadiran teknologi telah mengubah dinamika kehidupan menjadi lebih manusiawi.
***

 Tanah Abang, 12/04/2017








Komentar

Postingan populer dari blog ini

Upgrading Penulisan Forum Idekita FIP UNJ

Teknologi di Sektor Pendidikan: Jangan Pakai Kacamata Kuda

Biskota dan Pentingnya Memuliakan Perempuan