Postingan

Teknologi di Sektor Pendidikan: Jangan Pakai Kacamata Kuda

Gambar
Dalam empat dekade, perkembangan teknologi digital telah berhasil mengubah cara kita belajar, bersosialisasi, dan bekerja sekaligus memiliki potensi paling signifikan untuk mentransformasi pendidikan. Melalui industri teknologi pendidikan telah muncul dan fokus pada pengembangan dan distribusi konten pendidikan, sistem manajemen pembelajaran, aplikasi bahasa, augmented reality dan virtual reality, bimbingan belajar yang dipersonalisasi, dan pengujian. Baru-baru ini, terobosan dalam metode kecerdasan buatan (AI) telah meningkatkan kapasitas teknologi pendidikan, yang berdampak pada adanya spekulasi bahwa teknologi dapat menggantikan interaksi manusia dalam pendidikan. Selama pandemi Covid-19 (2020-2022), sektor pendidikan dapat merasakan bagaimana teknologi menjadi alternatif pembelajaran selama pandemi Covid-19. Kekuatan teknologi sepertinya memiliki kekuatan menyihir dan memaksa manusia untuk terus berinteraksi dengannya. Dari balita sampai manula, tidak ada satupun yang imun dengan p...

SUPERMAN ITU BERNAMA IBU: PELAJARAN MORAL PENTINGNYA PERAN AYAH DALAM PENGASUHAN ANAK

Dunia pengasuhan di masa mendatang tidak lagi dapat dipersepsikan sebagaimana masa-masa sebelumnya. Stereotip perempuan atau istri masih dianggap sebagai pihak yang lebih terampil dalam mengasuh anak dibandingkan laki-laki (suami), apalagi telah melekat dalam budaya kita. Namun, dengan berbagai tantangan di masa depan, pengasuhan anak membutuhkan kesetaraan peran antara suami dan istri menurut berbagai penelitian dan pengalaman. Pengasuhan dengan kesetaraan berkontribusi pada tidak hanya pada tumbuh kembang anak, tetapi juga pada hubungan antarorang tua. Dilema rumah tangga selalu berfokus bagaimana laki-laki saat ini tidak lagi menjadi sumber pendapatan utama. Kadang bahkan sering kali, saat suami menganggur atau di-PHK, juga sakit, posisi perempuan sebagai ibu dan “manusia biasa” mengalami kebimbangan luar biasa, antara mengurus ekonomi rumah tangga dan mengurus anak yang sedang bertumbuh sekaligus suami yang sedang tidak baik-baik saja. Kondisi ini menjadikan “profesi” sebagai ibu a...

Teknologi di Sektor Pendidikan: Jangan Pakai Kacamata Kuda

Gambar
Dalam empat dekade, perkembangan teknologi digital telah berhasil mengubah cara kita belajar, bersosialisasi, dan bekerja sekaligus memiliki potensi paling signifikan untuk mentransformasi pendidikan.  Melalui industri teknologi pendidikan telah muncul dan fokus pada pengembangan dan distribusi konten pendidikan, sistem manajemen pembelajaran, aplikasi bahasa, augmented reality dan virtual reality , bimbingan belajar yang dipersonalisasi, dan pengujian.  Baru-baru ini, terobosan dalam metode kecerdasan buatan (AI) telah meningkatkan kapasitas teknologi pendidikan, yang berdampak pada adanya spekulasi bahwa teknologi dapat menggantikan interaksi manusia dalam pendidikan.  Selama pandemi Covid-19 (2020-2022), sektor pendidikan dapat merasakan bagaimana teknologi menjadi alternatif pembelajaran selama pandemi Covid-19. Kekuatan teknologi sepertinya memiliki kekuatan menyihir dan memaksa manusia untuk terus berinteraksi dengannya. Dari balita sampai manula, tidak ada satupun...

Anak, Kemiskinan, dan Prostitusi

Penulis: Muhammad Ivan (Dimuat di Kompas, tahun 2007) Kemiskinan dan pengangguran hingga kini masih menjadi isu utama mengiringi Indonesia yang sedang berupaya menuju proses perbaikan. Setidaknya, 37,4 juta penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Jumlah tersebut belum termasuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Papua. Dampak sosial yang terlihat jelas dan nyata adalah mereka, orang-orang miskin tersisih dalam pembangunan. Salah satunya adalah prostitusi anak. Prostitusi anak adalah tindakan mendapatkan atau menawarkan jasa seksual seorang anak oleh seseorang atau kepada orang lainnya dengan imbalan uang atau imbalan lainnya. Bentuk eksploitasi seksual komersial terhadap anak lainnya adalah perdagangan anak untuk tujuan seksual dan pornografi anak. Laporan Jaap E Doek, Unicef, dan End Child Prostitution Child Pornography and The Trafficking of Children for Sexual Purposes (ECPAT) menyebutkan, perdagangan perempuan dan anak untuk eksploitasi seksual di Asia mengorbankan 30...

Pendidikan dan Pelatihan Penulisan Buku #2 Literasi dan Human Capital

Gambar
Salam literasi… Rekan-rekan pegiat literasi di seluruh Indonesia Setelah berhasil merampungkan Diklat Penulisan Buku #1 “ Pendidikan dan Human Capital ” yang sedang dalam proses editing dan akan diterbitkan di tahun 2021 ini, Komunitas Baca Tulis Kota Depok (Kombat Depok) akan membuka pendaftaran kegiatan Diklat Penulisan Buku #2, kali ini tema yang diangkat adalah “Literasi dan Human Capital.”  Kombat Depok sebagai salah satu komunitas literasi mencoba berinisiasi untuk membuka ruang kepada siapapun yang memiliki passion untuk berbagi pemikiran sekaligus meningkatkan “angka kredit” para fungsional secara tidak langsung.  Menurut Muhammad Ivan, Koordinator Kombat Depok bahwa belum banyak kegiatan literasi yang menelurkan produk pemikiran seperti buku atau jurnal. Giat membaca memang banyak lewat berbagai komunitas, namun pegiat literasi sejati harus memiliki kemampuan menulis untuk mengikat pengetahuan dan pengalamannya untuk kemudian dibagikan kepada khalayak.  Penyebarn...

Sekali lagi Soal Seragam

_Penulis: Muhammad Ivan_ _Pegiat Komunitas Baca Tulis Kota Depok_ Namanya saja seragam, ya untuk menunjukkan identitas yang tidak parsial dengan idea lembaganya dan tentu saja lingkungan dimana lembaga itu tumbuh dan berkelindan dengan nilai-nilai kearifan lokal.  Seragam itu penting atau urgen? Kalau pakai pendekatan nalar, apapun motif dan warna pakaiannya tidak ada urusan dengan hak dan kewajiban sebagai siswa untuk mendapatkan haknya dalam pendidikan. Jadi soal seragam tidaklah begitu penting. Lebih baik bebas saja ke sekolah mau pakai pakaian apa saja, yang penting etis (sopan, misal harus berkancing, dll).   Namun kalau sudah memakai pendekatan budaya, maka berseragam sangat kontekstual dalam hal apapun, apalagi siswi/siswa yang sudah beranjak remaja (Akil baliq). Seragam SD dan SMP masih bercelana pendek, sementara yang SMA/SMK bercelana panjang.  Pasca orde baru, ketika politik Islam sudah mulai memiliki pengaruh melalui gerakan partai atau pergerakan Islam d...

Kurang Bersatu Karena Hanya Pintar Berbahasa Namun Tidak Memaknai Bahasa

Gambar
sumber: http://dunia-kesenian.blogspot.com Tahun 1928, bukan tahun yang mudah bagi para pemuda dari berbagai suku dan bahasa (sebelum negara Indonesia lahir) untuk berbincang. Sebagian dari mereka yang tidak berbahasa Indonesia, bahkan akhirnya menggunakan bahasa Belanda. Mungkin, bagi Milenial, mereka akan menertawakan betapa repotnya dalam berkomunikasi kala itu.  Bayangkan saja, mereka bersatu meskipun belum memiliki satu bahasa yang setara, namun mereka memaknai bahasa bukan hanya dengan kata, namun juga saling pengertian yang sepadan. Menemukan bahasa yang semakna.   Dan entah bagaimana pula, hingga kini, bahasa Indonesia sudah menjadi bahasa yang patut diperhitungkan dalam kancah global. Setidaknya di beberapa negara, bahasa Indonesia menjadi pelajaran wajib di negara Australia, Taiwan, Korea Selatan, Jepang, dan Ukraina. Lepas dari sejarah yang mengatakan bahwa kala itu, sebenarnya poin ketiga tidak menyatakan “mengaku berbahasa Indonesia”, namun “menjunj...