Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2012

RUMAH

Rumah kontrakan adalah rumah, tetap dinamakan rumah, selama ia layak untuk dijadikan tempat untuk tidur, menunaikan lelap yang melelahkan. Sampai akhirnya, kita tiada, rumah surga atau neraka, tempat kita berikutnya, adalah pilihan-pilihan hidup yang kita buat selama di dunia. Lepas dari surga dan neraka, rumah adalah tempat kebaikan, tempat kita menyembunyikan luka di sudut-sudut yang hidup. Tangis air mata, tawa canda, dan pijakan kaki menjadikan rumah tampak emosional, tidak koma atau sekarat dalam diam. Kesepian yang membunuh. Bukanlah rumah, bila hanya kemewahan yang nampak, namun menghadirkan ketakutan di tiap lorong-lorongnya yang tampak suram. Suram, bukan karena keindahan, tapi karena kemegahan yang meng-asingkan jiwa. Rasa, menjiwa di sebuah rumah dengan tatapan hangat dan obrolan bersahabat, tanpa benci, tanpa kekerasan. Seorang ayah yang pulang ke rumah, menghabiskan waktu di kantor 12 jam lamanya, sisa malamnya hanya untuk melepas penat, lalu tidur pulas, tanpa permi...

Rumah Kedua bernama LKM UNJ

Jum'at, 14 Desember 2012, Ruang 305 LKM UNJ Pkl. 22.00 WIB Satu minggu ini bukan hari yang mudah, setelah latihan basket rabu malam kemarin, akibatnya paha masih terasa pegal-pegal, rasanya kaki nih mau copot. Sempat lembur sampe jam 7 malem, akhirnya saya putuskan menerima undangan Nadia Nurfadillah kadiv Lembaga Kajian Mahasiswa UNJ untuk menjadi pemberi saran dan masukan kegiatan penulisan feature dan kreatis. LKM adalah rumah kedua saya sewaktu masih kuliah di UNJ. Tempat menginap, tempat ngobrol tempat curhat, dan tempat menghabiskan sabtu-minggu saya. Di sinilah kehidupan pertama kali saya rasakan, saat membaca dan menulis bukan lagi sebuah kewajiban, namun menjadi sebuah kebutuhan, yang lebih daripada makan dan tidur malam. Jadilah saya manusia kekelawar, lima tahun selama aktif berorganisasi di LKM, mulai dari menjadi anggota, sampai menjadi ketua LKM UNJ.  Saya pikir, untuk mempercepat perjalanan menuju Kampus A Rawamangun, karena waktu juga sudah menunjukkan ...

UNTUNG SAYA BUKAN ATLET

Konflik di PSSI belum selesai, ditambah kekalahan Indonesia di ajang piala AFF. Jujur saja, sebenarnya apa yang bangsa ini bisa banggakan? Bulu tangkis, kita bukan lagi kampium juara. Bahasa pesimis, banyak dilontrakan kritikus, namun melihat langsung para pemain yang kesejahteraan masih jauh dari cukup, ada sebagian besar di antara mereka berduka di masa tua.  Untung saya bukan atlet. Saya keberatan, saya dibilang egois. Hanya saja, kita harus menjadikan atlet sebagai profesi kedua, bukan yang utama. Pelajaran yang saya dapatkan hari ini, saya mengikuti latihan basket pertama saya di Seskoal BSD. Pulang dari kantor, jemput teman di seberang shelter Karet. Motor ngebut mengejar sholat magrib, makan malam, dan sempat melaksanakan Isya, baru deh tenang mengikuti latihan dari jam 8 sampai jam 10 malam.  Dua cedera di malam itu, pincang. Saya tidak tahu bagaimana nasib mereka besok kerja. Saya hanya berpikir, cedera yang mereka alami apakah akan ditanggung oleh peru...

Film Bidadari Surga: Nangis nonton film ini

Film yang berhasil membuat saya menangis Kode M-TIX : BIDA Jenis Film : Drama Produser : Chand Parwez Servia, Fiaz Servia Produksi : STARVISION Sutradara : Sony Gaokasak Di bulan november-desember, saya senang sekaligus bahagia, karena sudah menonton dua film Indonesia berkualitas, yakni Hello Goodbye dan Bidadari Surga . Ngga rugi keluar uang, yang penting pada saat exit dapat “sesuatu”. Ya, apalagi kalau lagi ngga mood baca buku, ujung-ujungnya pasti nonton.   Sedikit tentang Bidadari Surga . Menceritakan tentang pengorbanan seorang kakak tertua demi keluarga, merawat mamak dan adik-adiknya di Lembah Lahambay. Terlahir  berbeda dari adik-adiknya, Laisa, hitam dan kribo, tidak suka senyum, pekerja keras, dan serius. Sifat-sifat bawaan itu yang membuat Laisa dijauhi laki-laki. Dali, mungkin yang paling mengerti dan penurut, termasuk paling pintar di banding yang lain.  Beranjak dewasa, Lais mempertanyakan mengapa Dali belum menikahi Chi, p...

Destinasi Terakhir Karakter Bangsa (bagian II)

Esok, pukul 3.30 waktu mataram, kami akan terbang bersama Garuda Indonesia yang mengantar pulang ke Jakarta. Belum sempat menengok sisi lain, karakter budaya dan pesona kekayaan alamnya, yang indah dan berwarna. Kalau kata Pak Tohri, sesama penumpang Lion Air waktu menuju Mataram yang berada di Pulau Lombok, katanya, Lombok tidak ada di Bali, tapi kita bisa melihat Bali di Lombok. Seusai kegiatan Rakor, setelah lama menunggu satu jam, sejak pukul 17.30 WITA, akhirnya saya bertemu dengan Hisyam, kawan lama saya yang kuliah di Jurusan PLS UNJ. Saya kenalkan Hisyam dengan rekan-rekan di Kemenko Kesra. Selepas itu, kami mencari tempat untuk sharing lebih banyak tentang banyak hal, tentang pengalaman masa silam, pekerjaan kita masing-masing, bagaimana perjuangan untuk menembus menjadi PNS, persoalan rumah tangga, pernikahan, sampai bagaimana harus menghadapi pilihan-pilihan hidup. Satu kesabaran yang saya lihat dari Hisyam adalah saat ia harus meninggalkan istri dan sang buah hati...

Destinasi Terakhir Karakter Bangsa

Perjalanan ke Lombok hari ini, agak kesiangan dikit. Hampir ketinggalan pesawat, untungnya macet ngga terlalu parah. Jadinya, sebelum jam 8 sudah sampai terminal 1A Bandara Soekarno-Hatta. Sempat makan nasi goreng dengan harga Rp 25.000, mahal banget, karena ngeliat Pak Cecep yang lahap makan nasgor, jadi ikutan deh. Sebelum berangkat, saya memang sudah merencanakan bertemu Hisyam, sahabat saya waktu kuliah di jurusan PLS UNJ. Sekarang Hisyam bekerja di BPPaudni Regional V Provinsi Nusa Tenggara Barat, setelah sebelumnya menjadi dosen di jurusan PLS UNJ. Kali ini, saya  bersama rekan-rekan menko kesra yang lainnya ditugaskan menyelenggarakan Rakor Pembangunan Karakter Bangsa di Nusa Tenggara Barat pada hari Kamis, 6 Desember 2012, tepatnya di Hotel Lombok Raya, Rinjani Ball Room 3.  saya di depan gedung Dinas Dikpora Provinsi NTB Di sinilah menunggu sekitar 30 menit taksi blue bird jadi sempetin foto2 dulu aja deh....he he  Beberapa minggu sebelumnya, saya...

BERBAGI + PEDULI = CINTA

Share and Care. Berbagi dan peduli. Bagi saya, dua kata itu merepresentasikan cinta. Berbagi+Peduli=Cinta Rumus kehidupan, ternyata sesederhana itu. Makanya, jika saya bisa berbuat baik untuk orang lain, seharusnya saya juga bisa berbuat lebih baik terhadap keluarga dan orang-orang terdekat saya.  Kalau saya punya satu roti, relakah saya bagi setengahnya untuk orang kelaparan? Kalau saya punya satu buah pensil, relakah setengahnya saya bagi untuk anak jalanan? Sesederhana itu, berbagi, adalah solusi. Dalam hal yang berbeda, berbagi bisa dalam bentuk yang lain, semisal berbagi visi, berbagi ide, berbagi impian, berbagi pemikiran, berbagi pendapat, dan lain sebagainya. Berbagi tidak hanya secara fisik,  namun juga non fisik. Bukan hanya materi, tapi juga non materi. Berbagi tak mesti menggunakan uang, berbagi pun bisa dengan memberikan senyuman untuk orang yang sedang bersedih. Ada seorang teman yang mengatakan “Ngapain sih nyumbang jauh-jauh sampai ke Palestina. I...