BERBAGI + PEDULI = CINTA


Share and Care. Berbagi dan peduli. Bagi saya, dua kata itu merepresentasikan cinta.

Berbagi+Peduli=Cinta

Rumus kehidupan, ternyata sesederhana itu. Makanya, jika saya bisa berbuat baik untuk orang lain, seharusnya saya juga bisa berbuat lebih baik terhadap keluarga dan orang-orang terdekat saya.  Kalau saya punya satu roti, relakah saya bagi setengahnya untuk orang kelaparan? Kalau saya punya satu buah pensil, relakah setengahnya saya bagi untuk anak jalanan? Sesederhana itu, berbagi, adalah solusi. Dalam hal yang berbeda, berbagi bisa dalam bentuk yang lain, semisal berbagi visi, berbagi ide, berbagi impian, berbagi pemikiran, berbagi pendapat, dan lain sebagainya. Berbagi tidak hanya secara fisik,  namun juga non fisik. Bukan hanya materi, tapi juga non materi. Berbagi tak mesti menggunakan uang, berbagi pun bisa dengan memberikan senyuman untuk orang yang sedang bersedih.

Ada seorang teman yang mengatakan “Ngapain sih nyumbang jauh-jauh sampai ke Palestina. Indonesia saja masih banyak yang miskin.” Saya merasa sedih mendengarnya. Ada dua hal yang keliru yang dimengerti kawan saya itu: Pertama, pada saat berbagi, tak perlu menunggu kita kaya. Indonesia memang bukan negara kaya, tapi bukan berarti pula, dengan segala keterbatasannya tak dapat membantu negara lain yang terjajah. Kedua, sumbangan Indonesia untuk Palestina, tidak sebanding dengan kehancuran mental yang diderita rakyat Palestina. Berbeda dengan Indonesia, yang stabilitas politik dan ekonominya lebih stabil.

Saya yakin Allah tidak menilai sumbangan berdasar nilainya, namun juga keterbatasannya. Semakin terbatas, semakin melimpah rahmat Allah. Semisal, orang bergaji 10 juta menyumbang 100.000, namun orang bergaji 1 juta menyumpang 100.000. Siapa yang lebih banyak berbagi dan mengorbankan hartanya? Tentu saja yang bergaji 1 juta tadi. Moral tidak dapat dikalkulasi secara matematik, karena kalkulasinya bersifat abstrak, sebagaimana kita tidak dapat melihat dosa dan pahala, kecuali di film “Monkey King.”

Modal sosial yang diakibatkan dari pelajaran berbagi dan peduli adalah cinta dan kedamaian. Jangankan untuk rakyat indonesia, apabila kita mau berbagi dan peduli untuk orang-orang di sekitar kita, suasana tentram, damai, dan tenang pasti kita dapatkan. Ibu yang berkarir kepada anaknya yang sekadar menanyakan “sudah mengerjakan PR, belum?” harus berubah untuk menemani sang anak berbagi emosinya dengan terlibat mengerjakan PR. Seorang suami yang berbasa-basi sepulang kantor yang menanyakan istrinya “Sudah makan belum?” harus berubah untuk sesekali berbagi perasaan apa yang dialami sang istri seharian di rumah menjaga buah hati.

Kita bisa lihat saat ini anak-anak kebanyakan dekat dengan neneknya, baby sitter, bahkan pembantunya sendiri. Atau seorang suami yang terus menerus sibuk memperkaya diri, namun alpa memperkaya hubungan dengan istri dan anaknya. Sangat pedih, apabila seorang ayah hanya dikenal sebagai ayah biologis semata, tapi bukan seorang Ayah yang bisa menjadi best friend sang anak.

Berbagi berarti ada perhatian, bukan semata perhatian untuk menghidupi dengan makan, rumah, kemewahan, dan akses lain-lainnya yang bisa dibeli. Ada yang tidak bisa dibeli dengan uang, yakni cinta. Cinta itu seperti pupuk, harus dirawat, dipelihara, dilestarikan, dengan sungguh-sungguh dan konsisten. Senin-Jum’at sudah disibukan pekerjaan, apalagi Sabtu-Minggu ditambah dengan pekerjaan tambahan. Setahun, dua tahun, bertahun-tahun sang suami memperlakukan rumahnya seperti hotel dan menjadikan istrinya berfungsi hanya untuk kebutuhan biologis semata. Anak, hanya seperti pajangan pada umumnya. Saya tidak habis pikir, kenapa kita tidak berpikir, bahwa sebenarnya yang membuat anak-anak narkoba, karena semasa kecilnya mereka tak mendapat perhatian yang memadai dari ayah bundanya. Ia memang diberi pengetahuan, diberi uang jajan, diberi aktivitas intelektual spiritual, namun sayangnya, tak ada pendampingan dari orang tua secara langsung. Kesalahan terbesar orang tua pada anak, adalah saat orang tua menitipkan moral ke guru, guru ngaji, atau teman-teman bergaulnya. Salah besar.

Someday...
Kelak, saat saya menjadi seorang suami dan ayah, istri dan anak saya, adalah yang utama, lebih dari segala yang terindah dan termewah di dunia ini. Saya akan membawa istri saya ke tempat-tempat yang memang dia sukai, yang memang selama ini dia sembunyikan, yang selama ini dia tahan, karena tidak mau menyusahkan kehidupan ekonomi yang sedang kami bangun. Saya juga akan menemani anak saya berolahraga atau pada saat berkompetisi di bidang apapun, olahraga atau keilmuan, saya akan berdiri paling depan untuk mendukungnya. Bukan kemenangan yang saya minta dari anak saya, tapi kebanggaan telah berani mencoba dan belajar bersikap menerima kekalahan untuk kematangan dirinya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Upgrading Penulisan Forum Idekita FIP UNJ

Teknologi di Sektor Pendidikan: Jangan Pakai Kacamata Kuda

Biskota dan Pentingnya Memuliakan Perempuan