Rumah Kedua bernama LKM UNJ


Jum'at, 14 Desember 2012,
Ruang 305 LKM UNJ Pkl. 22.00 WIB

Satu minggu ini bukan hari yang mudah, setelah latihan basket rabu malam kemarin, akibatnya paha masih terasa pegal-pegal, rasanya kaki nih mau copot. Sempat lembur sampe jam 7 malem, akhirnya saya putuskan menerima undangan Nadia Nurfadillah kadiv Lembaga Kajian Mahasiswa UNJ untuk menjadi pemberi saran dan masukan kegiatan penulisan feature dan kreatis. LKM adalah rumah kedua saya sewaktu masih kuliah di UNJ. Tempat menginap, tempat ngobrol tempat curhat, dan tempat menghabiskan sabtu-minggu saya. Di sinilah kehidupan pertama kali saya rasakan, saat membaca dan menulis bukan lagi sebuah kewajiban, namun menjadi sebuah kebutuhan, yang lebih daripada makan dan tidur malam. Jadilah saya manusia kekelawar, lima tahun selama aktif berorganisasi di LKM, mulai dari menjadi anggota, sampai menjadi ketua LKM UNJ. 

Saya pikir, untuk mempercepat perjalanan menuju Kampus A Rawamangun, karena waktu juga sudah menunjukkan pukul 19.30, saya gunakan jasa Bang Boncil, tukang ojek di depan kantor kesra. Melewati HI, belok kiri nembus Bappenas, tau-tau sudah sampe RSCM. Ngga sampe setengah jam, kurang lebih jam 8 saya sudah sampe markas LKM di gedung G ruang 305. Di sini tempat saya menimba ilmu keorganisasian, penulisan, kajian, dan retorika secara simultan.

Acara ngaret karena harus menunggu rekan-rekan anggota yang belum datang. Ada yang ngobrol, sibuk dengan laptopnya, sholat Isya, dan lain sebagainya. Selama 30 menit saya sabar menunggu, kalau tau begini, mending naik Busway. Tapi sudahlah, saya coba merenungi apa ya kira-kira yang mau saya sampaikan. Suasana gedung G tadi, tidaklah kondusif. Karena ada perayaan penutupan kegiatan gedung G dan menggunakan band dan soundsystem yang sangat menganggu suasana berjalannya kegiatan LKM.

Dampaknya suara serak, batuk-batuk, karena sering teriak-teriak saat memberi pengarahan atau masukan kepada rekan-rekan yang memaparkan sedikit tema yang akan mereka kaji. Saya berhenti sampai kelompok III. Kelompok pertama, Indah dkk menyajikan tentang masalah-masalah pemulung, bagaimana keterlibatan sekolah rakyat di Bantar Gebang, dan lain sebagainya. Sementara kelompok kedua Citra dkk menyajikan tentang  “anak digital”, kelompok ini melihat adanya kemunduran dari kemajuan teknologi yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Sementara kelompok ketiga Pipi dkk mengajukan tema tentang kompleksitas perempuan. 

Secara penyajian, ekspresi sangat diperlukan. Inilah yang saya himbau pada saat pemandu acara Nada memberi saya kesempatan untuk berbicara. Meskipun memiliki kepandaian merangkai kata, tidak semua orang mampu mengekspresikan dalam bahasa retoris. Sayang, kadiv retorika Ami sedang sakit, sehingga saya tidak bisa berbicara dan berkomunikasi langsung dengannya. Padahal, kelihatan sekali, kegiatan malam ini ingin menyatukan berbagai elemen kekuatan yang ada di LKM: kajian, penulisan, dan retorika, satu paket, yang tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya. Namun saya menyayangkan kegiatan ini tidak begitu maksimal dikarenakan kebisikan akibat kegiatan gedung G di lantai 1.


Tepat jam 22.30 malem saya pamit pulang, dan menyempatkan berfoto bersama, sebagai kenang-kenangan di blog ini. Saya salami satu per satu mereka sebagai tanda bahwa kita adalah partner satu sama lain. Pulang jalan kaki, ke arah utan kayu, tepat sebelum sampai lampu merah, terlihat bis patas 117 yang sedang mencari penumpang. Sebelum jam 00.00 saya sudah sampai di rumah. Jadi, minggu ini, pulang di atas jam 00.00 sudah dua kali. Lumayan melelahkan, namun pengalaman hari ini, sungguh memuaskan diri saya.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Upgrading Penulisan Forum Idekita FIP UNJ

Teknologi di Sektor Pendidikan: Jangan Pakai Kacamata Kuda

Biskota dan Pentingnya Memuliakan Perempuan