Destinasi Terakhir Karakter Bangsa (bagian II)


Esok, pukul 3.30 waktu mataram, kami akan terbang bersama Garuda Indonesia yang mengantar pulang ke Jakarta. Belum sempat menengok sisi lain, karakter budaya dan pesona kekayaan alamnya, yang indah dan berwarna. Kalau kata Pak Tohri, sesama penumpang Lion Air waktu menuju Mataram yang berada di Pulau Lombok, katanya, Lombok tidak ada di Bali, tapi kita bisa melihat Bali di Lombok.

Seusai kegiatan Rakor, setelah lama menunggu satu jam, sejak pukul 17.30 WITA, akhirnya saya bertemu dengan Hisyam, kawan lama saya yang kuliah di Jurusan PLS UNJ. Saya kenalkan Hisyam dengan rekan-rekan di Kemenko Kesra. Selepas itu, kami mencari tempat untuk sharing lebih banyak tentang banyak hal, tentang pengalaman masa silam, pekerjaan kita masing-masing, bagaimana perjuangan untuk menembus menjadi PNS, persoalan rumah tangga, pernikahan, sampai bagaimana harus menghadapi pilihan-pilihan hidup. Satu kesabaran yang saya lihat dari Hisyam adalah saat ia harus meninggalkan istri dan sang buah hati di Pondok Gede, karena harus bekerja di NTB. Namun katanya, dia berharap suatu saat ia bisa bersama sang istri dan buah hatinya yang baru berusia beberapa bulan.  Ada pembicaraan berarti yang saya ambil dari pendapat Hisyam adalah tentang kesederhanaan. Katanya, “kita harus fair, van. Kalau memang kita tidak punya mobil, kita tak boleh memaksakan dan mengaku atau menjanjikan apa-apa ke pasangan kita. Karena kita akan menyakitinya dan menyakiti diri sendiri, jika suatu saat kita tak bisa membuktikannya. Lebih baik tidak usah menjanjikan apa-apa.” 

Saya dan Hisyam, yang sekarang bekerja di BPPNFI Reg 7

Saya sempat diajak untuk keliling di depan Mal Mataram yang juga merupakan pusat kuliner dan kerajinan tangan serta oleh-oleh khas NTB. Hisyam seperti memberikan voucher  belanja, karena beberapa barang saya dibelikan olehnya. Secara jujur, baru kali ini saya melihat kedekatan luar biasa dengan Hisyam, karena sewaktu kuliah, kami tidak begitu dekat hanyalah teman biasa, yang tidak begitu akrab. Namun pertemuan kali ini modal awal juga untuk membangun keakraban antar sesama alumni PLS, karena sebelumnya saya sudah  beberapa kali bertemu dengan alumni PLS yang bekerja di pemerintahan, sebut saja Rifky, yang sekarang berada di Ditjen PNFI, Kemdikbud.

kita sharing tentang harapan-harapan di mana salah satu harapan itu
adalah membangun basis alumni yang lebih baik

Sebagian dari kita ada yang sukses, sebagian masih merintis, sebagian tanpa kabar, dan sebagian lagi mungkin masih bersembunyi dan menjauh. Tapi satu yang pasti, destinasi terakhir karakter bangsa di Nusa Tenggara Barat ini hanyalah percikan awal bagi saya untuk belajar menghargai persahabatan, kesederhanaan, dan kerjasama untuk saling mensukseskan satu sama lain di kemudian hari.

*senyap, kurasakan. hadirmu nan jauh meskipun dekat. jika sibukmu, mengabaikanku. seluruh waktuku, ada kamu. thanks for all, Allah swt.  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Upgrading Penulisan Forum Idekita FIP UNJ

Teknologi di Sektor Pendidikan: Jangan Pakai Kacamata Kuda

Biskota dan Pentingnya Memuliakan Perempuan